Selasa, 30 November 2010

CERMIN TAK PERNAH BERDUSTA


Tatkala kudatangi sebuah cermin,

Tampak sesosok yang sudah lama kukenali,

Namun ANEH,

Sesungguhnya aku belum

Mengenal siapa yang kulihat.

Tatkala kutatap wajah,hatiku bertanya

apakah wajah ini yang kelak kan bercahaya,

bersinar indah di syurga sana?

Ataukah wajah ini yang akan hangus legam di neraka Jahanam??

Tatkala kutatap mataku,galau hatiku bertanya...

Mata inikah yang akan menatap penuh kelezatan dan kerinduan

menatap Allah,

menatap Rasulullah..

.menatap kekasih Allah kelak??

Ataukah mata ini yang akan terbeliak.melotot,

menganga terburai

menatap neraka jahanam...

Wahai mata,apa gerangan yang kau tatap selama ini??

Tatkala kutatap mulut,apakah mulut ini yang akan

mendesah penuh kerinduan mengucap LAAILAHA ILLALLAH

saat malaikat maut datang menjemput...

ataukah menjadi mulut menganga dengan lidah terjelir dengan

lengking jeritan pilu, yang akan menggugah sendi-sendi setiap pendengar,

ataukah menjadi mulut pemakan buah zaqqum Jahanam,

yang getir menghunus penghancur usus...

Apa yang engkau ucapkan wahai mulut yang malang?!

Berapa banyak hari yang remuk dengan pisau kata-katamu yang menghiris tajam,

berapa banyak kata-kata yang manis semanis madu yang engkau ucapkan untuk menipu...?!

Betapa jarang engkau jujur,

betapa langkanya engkau menyebut nama Tuhanmu dengan tulus

betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar

Tuhanmu mengampuni segala dosa yang telah kau perbuat?!

Tatkala kutatap tubuhku,

apakah tubuh iniyang kelak kan penuh cahaya,bersinar,

bersukacita,bercengkerama di syurga sana?

Ataukah tubuh yang akan tercabuk-cabuk hancur mendidih di dalam laharmembara Jahanam,

terpasung tanpa ampun,derita yang takkan pernah berakhir...

Wahai tubuh,berapa banyak maksiat yang engkau lakukan...?

berapa banyak orang yang engkau dzalimi dengan tubuhmu...?

berapa banyak hambamu hamba-hamba Allah yang lemah

yang engkau tindas dengan kekuatanmu?!

Wahai tubuh,seperti apakah isi gerangan hatimu?

Apakah isi hatimu sebagus kata-katamu,

atau sebagus daki yang melekat ditubuhmu?

Apakah hatimu seindah penampilanmu

atau sebusuk kotoranmu?!

Betapa berbeda,apa yang nampak dalam cermin dengan apa yang tersembunyi...

Betapa aku telah tertipu...

Aku tertipu oleh topeng...

Betapa yang kulihat selama ini hanyalah topeng,

betapa pujian yang terhambur hanyalah memuji topeng,

betapa yang indah ternyata hanyalah memuji topeng...

Sedangkan aku,hanyalah selonggok sampah busuk yang terbungkus...

Aku tertipu...

Aku malu...

Aku tertipu

ya Allah...Allah...!

Selamatkanlah aku.

SAKIT HATI


Hampir setiap malam dia mendatangi rumah-rumah yang ada di negeri itu untuk melakukan aksinya, yaitu mencuri. Hingga suatu malam ketika dia kembali melaksanakan aksinya itu, diapun singgah di sebuah rumah milik seorang ahli ibadah. Pada saat yang bersamaan ketika dia telah berada di rumah itu, tiba-tiba dia mendengar suara lantunan Al Qur’an sedang dibacakan. Rupanya suara itu berasal dari sang pemilik rumah yang sedang berdiri bermunajat kepada Robb-nya. Sang pencuri pun hanyut dengan lantunan ayat-ayat Allah yang sedang dilantunkan, hingga ketika sampai pada ayat:

“Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka),dan janganlah mereka seperi orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadid: 16)

Tak terasa air matanya berlinang, hingga akhirnya dia pun tersungkur jatuh. Seketika badannya yang selama ini kokoh, menjadi rapuh karena mendengar ayat tadi. Setelah kejadian itu, dia pun melalui hari-harinya dengan ketaatan kepada Allah. Maha suci Allah yang telah membolak-balikkan hati, dan menganugerahkan kepada hambanya hati yang lembut. Itulah kisah sorang ulama’ dan hamba yang sholeh, Al-Imam Al-Fudhoil bin Iyadh sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafizh Adz-Dzahabiy dalam kitabnya Siyar A’lam An-Nubala’ (8/423)

Pembaca yang budiman, pernahkah hati kita bergetar ketika mendengar ayat-ayat Allah dilantunkan? Pernahkah kedua pipi kita ini basah oleh tetesan air mata, walaupun setitik saja ketika mendengar ayat-ayat Allah dibacakan? atau jangan-jangan tidak pernah!! Cobalah kita menengok jauh ke dalam lubuk hati kita! Periksalah apakah disana masih ada kata iman? atau sudah tertutupi oleh noda-noda hitam kemaksiatan. Bila di dalam hati kita masih ada keimanan, lalu mengapa ia tidak bergetar ketika mendengar ayat-ayat Allah dibacakan? ataukah hati kita lebih keras daripada gunung? Padahal Allah -Ta’ala- telah mengabarkan bahwa jika seandainya Al-Qur’an ini diturunkan pada gunung-gunung yang kokoh, niscaya dia akan menjadi hancur lebur, karena takut kepada Allah sebagaimana yang difirmankan Allah -Azza wa Jalla-,

“Kalau sekiranya kami menurunkan Al-Qur’an kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berrfikir.” (QS. Al-Hasyr: 21).

Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah-rahimahullah- berkata,”Kapan saja mata kering dari tangisan (yang timbul) karena takut kepada Allah -Ta’ala-, maka ketahuilah bahwa keringnya mata dari tangisan, karena kerasnya hati. Hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras”.[Lihat Bada'i'ul Fawa'id (3/743)]

Setiap orang diantara kita memiliki kondisi hati yang berbeda-beda; sesuai dengan ada-tidaknya penyakit syahwat dan syubhat yang ada di dalam hati. Oleh karena itu, setiap orang harus mempelajari hati, dan penyakitnya agar kelak ia bisa mengobati sebelum hati akut, dan binasa. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullah- telah membagi hati menjadi tiga jenis:

  • Qolbun Mayyit (Hati yang Mati)

Hati yang mati adalah hati yang kosong dari semua jenis kebaikan. Setan sudah leluasa untuk melemparkan rasa was-was di dalam dadanya. Karena setan telah mengambil hatinya sebagai tempat tinggalnya, yang dia telah berkuasa penuh didalamnya, dan setan bebas berbuat apa saja di dalamnya. Ini adalah hatinya orang-orang yang kafir kepada Allah, yang tidak memiliki keimanan dan kebaikan sedikitpun disebabkan karena kekafiran dan kesyirikan mereka. Yang kami maksud dengan keimanan di sini adalah keimanan terhadap uluhiyyah (penyembahan hanya kepada Allah semata), bukan keimanan pada rububiyyah Allah saja (meyakini bahwa hanya Allah Pencipta, Pemberi rizki, Pengatur, dan lain-lain). Sebab, kalau hanya mengakui bahwa tidak ada pencipta, pemberi rizki, pengatur selain Allah, maka ini tidaklah cukup. Karena orang-orang musyrikin di zaman jahiliyyah pun menetapkan hal tersebut. Banyak ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang menerangkan hal itu. Allah -Ta’ala- berfirman,

"Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah". Katakanlah, "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui". (QS.Luqman: 25)

Jadi, orang-orang yang musyrik, hatinya kosong dari iman dan kosong dari segala kebaikan, walaupun ia melakukan amalan yang sangat banyak. Para ulama telah bersepakat bahwa tidak satu pun amalan orang kafir yang diterima, berdasarkan firman Allah,

”Tidak boleh bagi orang-orang musyrik untuk memakmurkan masjid-masjid Allah tatkala mereka mempersaksikan kekafirannya. mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya dan mereka kekal di neraka.". (QS.At-Taubah:17).

Konon kabarnya, Ibnu Abbas pernah ditanya, “Sesungguhnya orang-orang yahudi bahwa mereka tidak pernah diganggu setan dalam shalatnya". Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- berkata, “apa yang dapat diperbuat oleh setan pada hati yang hancur (mati)". [Lihat Shohih Al-Wabil Ash-Shoyyib (hal.52), cet. Dar Ibn Al-Jauziy]

  • Qolbun Maridh (Hati yang Sakit)

Qolbun maridh adalah hati yang telah disinari dengan cahaya keimanan, telah beriman kepada Allah -Ta’ala- dan menyembah hanya kepada-Nya. Dia telah menyalakan pelita-pelita keimanan di dalam hatinya. Tapi cahaya pelitanya kurang terang sehingga masih ada sisi hatinya yang masih gelap, dipenuhi oleh kegelapan syahwat dan badai-badai hawa nafsu. Maka setan mempunyai tempat keluar-masuk pada hati tersebut, sehingga berlangsunglah peperangan (kadang ia menang dan kadang ia kalah). Di antara mereka ada orang yang sering menang atas musuhnya dan terkadang sebaliknya. Inilah hati yang berpenyakit; dia masih mempunyai keimanan, kenal dengan tauhid, tapi ia melakukan maksiat dan dosa-dosa besar. Padahal maksiat itulah yang mendatangkan kegelapan pada hatinya.

Kadar kegelapan itu tergantung kepada kadar maksiat yang dikerjakan. Semakin besar maksiat tersebut, maka akan semakin besar pula kegelapan yang akan meredupkan cahaya keimanannya. Hati yang seperti ini masih bisa terobati dengan resep-resep yang bisa menyehatkan hatinya. Tapi juga terkadang tidak bisa lagi mengambil manfaat dari terapi dan obat yang diberikan kepadanya, kecuali sedikit saja. Bahkan terkadang penyakitnya semakin bertambah parah sehingga hati yang sakit terkadang menjadi mati. Na’udzu billahi min dzalik.

Allah -Ta’ala- berfirman,

"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta". (QS. Al-Baqoroh: 10).

  • Qolbun Salim (Hati yang Sehat)

Qolbun Salim adalah hati yang dipenuhi oleh keimanan, hatinya telah bersinar dengan cahaya keimanan, telah hilang darinya badai-badai syahwat, telah dilepaskan darinya kegelapan-kegelapan maksiat. Cahaya itu sangat terang di dalam hatinya. Seandainya bisikan dan godaan mendekat kepadanya, maka godaan tersebut akan terbakar.

Oleh karena itu, hati seperti ini diperumpamakan seperti langit yang dijaga oleh bintang-bintang. Seandainya ada setan mendekat ke langit untuk mencuri berita, maka akan dilemparkan bintang-bintang itu kepadanya, dan setan akan terbakar. Tidaklah kehormatan langit itu, lebih besar daripada kehormatan hati seorang mukmin.

Penjagaan Allah terhadap hati yang seperti ini adalah penjagaan yang lebih sempurna daripada penjagaan kepada langit, sebab langit adalah tempat beribadahnya para malaikat, tempat tinggalnya wahyu, dan di dalamnya ada cahaya-cahaya ketaatan dari para malaikat. Tetapi hatinya seorang mukmin adalah tempat tinggalnya tauhid, cinta kepada Allah -Ta’ala- , pengenalan kepada Allah, penghambaan kepada-Nya; semuanya itu memiliki cahaya-cahaya. Maka tentunya penjagaan dari makar-makar musuh (setan) terhadap hati seorang mukmin lebih pantas lagi. [Lihat Shohih Al-Wabil (hal. 51)]

Setelah kita mengetahui jenis-jenis hati ini, maka kita akan tahu kondisi hati kita masing-masing. Apabila hati anda sakit, maka jangan engkau biarkan dia semakin parah sakitnya. Namun, obatilah dia dengan taubat dan menjaga diri dari dosa, jangan sampai karena lamanya dia sakit yang menyebabkan hati mati. Lantaran itu, ia mendapatkan azab yang pedih.

Ibnul Qayyim-rahimahullah- berkata, “Tidak ada azab yang dikenakan kepada seorang hamba yang lebih besar daripada hati yang keras dan jauh dari Allah -Azza wa Jalla-". [Lihat Al Fawa'id (hal. 97), cet. Darul Kutub]

Oleh karena itu, lunaknya hati dan cucuran air mata disaat mendengar dan membaca Al-Qur’an adalah ciri-ciri kaum salaf -radhiyallahu ‘anhum-(Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- ,dan para sahabatnya). Allah -Azza wa Jalla-berfirman,

"Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. Dan mereka berkata, "Maha Suci Tuhan kami, Sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi". (QS. Al-Israa’: 107-109).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-rahimahullah- berkata, "Sesungguhnya sesuatu yang terjadi berupa terenyuhnya hati, air mata menetes dan tubuh yang merinding di saat mendengar ayat-ayat Allah atau dzikir-dzikir yang disyari’atkan, maka ini adalah seutama-utama keadaan yang telah disebutkan dalam Al-Kitab dan As-Sunnah”. [Lihat Majmu' Al-Fatawa (22/522)]

Allah –Subhaana wa Ta’ala- berfirman,

"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya. Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah. Dengan Kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpin pun". (QS.Az-Zumar: 23)

Allah – Subhaana wa Ta’ala – berfirman,

"Apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, Maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis". (QS. Maryam: 58)

Ahli Tafsir Negeri Andalusia, Al-Imam Al-Qurthubi-radhiyallahu ‘anhu-berkata, ”Di dalam ayat ini terdapat bukti bahwa ayat-ayat Allah punya pengaruh terhadap hati”. [Lihat Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an (11/111)]

Saudaraku, ikutilah jejak-jejak orang-orang shalih dan orang-orang terbaik dari kalangan umat ini. Bila salah seorang dari mereka melewati ayat-ayat yang menyebutkan tentang neraka, terasa akan copot hatinya, karena takut kepada neraka dan ngeri tentang siksanya. Bila mereka melewati ayat-ayat yang menyebutkan tentang surga dan kenikmatannya, terasa persendian mereka gemetar, karena khawatir akan diharamkan untuk merasakan kenikmatan yang kekal itu. Dua keadaan inilah yang memberikan pengaruh hingga meneteslah air matanya dan khusyu hatinya.

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- sendiri telah menganjurkan umatnya untuk khusyu’, menghinakan diri dan menangis saat membaca Al Qur’an, karena takut kepada Allah -Ta’ala-.

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

عَيْنَانِ لاَ تَمَسُّهُمَا النَّارُ: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرِسُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ

“Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka: (pertama) mata yang menangis karena takut kepada Allah, (kedua) mata yang bermalam dalam keadaan berjaga di jalan Allah”. [HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (1639). Hadits ini di-shahih-kan oleh Syaikh Al- Albany dalam Takhrij Al-Miskah (3829)]





Jumat, 05 November 2010

HARAPAN DAN DOA


Ya RABB-ku...

lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah urusanku,

agar aku dapat melihat cahaya di depanku,

merasakan petunjuk di hatiku,

dapat memegang ajaran-MU dengan erat,

meraih keberhasilan dalam hidupku,

dan beroleh keberuntungan setelah matiku..

Ya Allah Tuhan kami,

janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa,

karena sesungguhnya kami adakalanya merasa cemas,

sewaktu-waktu kami lalai,

dan adakalanya kami bingung,

maka hanya ampunan-MU lah yang kami harapkan.

Jangan pula Engkau hukum kami jika kami bersalah,

karena kami bukanlah orang yang terpelihara dari kesalahan

dan kami bukanlah orang yang bersih dari noda dan dosa.

Namun demikian kami selalu berharap akan karunia-MU

dan selalu menginginkan rahmat-MU.

Ya Rabbil Izzati

jangan Engkau bebankan pada kami beban yang berat,

karena kami hamba yang lemah,

Engkaulah yang telah mengajari kami bagaimana seharusnya kami berdoa kepada-MU,

maka perkenankanlah kami sebagaimana yang telah Engkau janjikan kepada kami.

Ya Allah Ya Jabbar,

jangan Engkau bebankan pada kami sesuatu yang kami tidak sanggup memikulnya,

sehingga kekuatan kami lemah, hati kami bosan, dan jiwa kami merasa jenuh,

tetapi mudahkanlah kami sebagaimana yang telah Engkau berikan kepada kami

dan ringankanlah kami sebagaimana yang telah Engkau perkenankan bagi kami.

Ya Rahman Ya Rahim

Ya Rabbku Maafkan kami,

karena kami adalah orang yang sering berbuat dosa dan kesalahan,

dari kami sering muncul keburukan-keburukan,

pada kami banyak sekali kekurangan dan kelalaian,

sedangkan Engkau Maha Memberi, Maha Mulia, Maha Pemurah dan Maha Penyayang.

Ampunilah kami, karena tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa,

selain Engkau,

tiada yang dapat memaafkan segala kekurangan, kecuali hanya Engkau.

Kasihinilah kami, karena hanya dengan rahmat-MU lah kami dapat berbahagia..

Amin…..

Kamis, 04 November 2010

LANGKAH

Jika sekarang engkau di persimpangan,

cepatlah....!

janganlah berlama-lama mematung..!

segeralah beranjak dan melangkah!

Jika engkau masih saja bingung,

kemana langkah kakimu akan kau ayunkan,

bukalah kembali peta..!

BACALAH....!

Lalu tegakkan langkahmu....!

Jika ragu masih saja mengiringi,

masuklah engkau dalam barisan kepanduan..!

lalu, mulailah langkahnya..

dan yakinlah..!

Jarak yang engkau tempuh tidaklah jauh..

Ia hanya bersekat bilangan usiamu...

ta akan lama...

Izroil sedang menunggumu...

dengan setia ia ada di depan sana...

Jika duri menyakiti langkahmu,

PAHAMILAH...!

Ia hanya ingin mengokohkan perjalananmu,

menunjukkan kesejatianmu..

Jika batu mengganjal langkahmu...

Bersabarlah...!!

Ia hanya ingin menyemangatimu..

Jika seseorang mengejek dan menghinamu..

Diam-lah..!

Ia hanya belum tau tujuan langkahmu..

Jika kawanmu menghakimi langkahmu..

Doakanlah...!!

Ia hanya ingin menyempurnakan langkah-lngkahmu..

sebentar lagi....

Izroil akan membukakan pintu itu untkmu...

Dan Pemilikmu.......

Akan melunasi JANJINYA

... " Jimat, Gaya Hidup Modern? " ...

Manusia modern biasanya mempunyai pola pikir yang rasional dan realistis. Namun di zaman yang serba modern ini sangat disayangkan masih banyak orang yang berpikir secara tidak rasional sehingga mereka banyak mempercayai hal-hal yang irasional, contoh konkretnya adalah jimat. Dalam budaya masyarakat Indonesia pada umumnya, jimat sangat populer dan lekat dengan kehidupan sehari-hari. Berbagai bentuk jimat kini marak di kolom-kolom iklan media cetak. Kalau hanya sekedar irasional, maka masalahnya tidak sebesar jika irasional ini sampai menjurus kepada kesyirikan.

Hakikat Jimat (Tamimah)

Tamimah (jimat) pada masa jahiliah adalah sesuatu yang dikalungkan pada anak kecil untuk menolak ain (suatu penyakit yang disebabkan oleh pandangan mata). Namun pengertian tamimah sekarang ini tidak terbatas pada bentuk dan kasus tertentu, tetapi mencakup semua benda dari bahan apapun, bagaimanapun cara pakainya dan tempat pakainya. Ada yang dari bahan kain, benang, kerang maupun tulang, baik dipakai dengan cara dikalungkan, digantungkan dan sebagainya. Tempatnya pun bervariasi baik di mobil, rumah, leher, kaki dan sebagainya. Contoh gampangnya seperti kalung, batu akik, cincin, sabuk (ikat pinggang), rajah (tulisan Arab yang ditulis per huruf dan kadang ditulis terbalik), selendang, keris atau benda-benda yang digantungkan pada tempat tertentu seperti di atas pintu di kendaraan, di pintu depan rumah, diletakkan pada ikat pinggang atau sebagai ikat pinggang, sebagai susuk, atau ditulis di kertas, dibakar lalu diminum dan lain-lain dengan maksud untuk mengusir atau tolak balak.

Dalil-Dalil Tentang Haramnya dan Kesyirikan Tamimah

Ketahuilah bahwa memakai tamimah hukumnya terlarang. Allah berfirman:

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: Siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Niscaya mereka menjawab: Allah, Katakanlah: Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya? Katakanlah: Cukuplah Allah bagiku. Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri. (QS. Az Zumar: 38)

Berhala-berhala sesembahan orang musyrik tersebut tidak mampu memberikan manfaat atau menolak mudharat bagi penyembahnya karena memang berhala bukan merupakan sebab untuk mencapai maksud penyembahnya. Begitu pula dengan para pengguna tamimah yang telah mengambil sebab yang bukan merupakan sebab.

Dalam banyak hadits juga disebutkan hal yang serupa. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat seseorang yang memakai gelang kuningan di tangannya, maka beliau bertanya, Apa ini? Orang itu menjawab, Penangkal sakit. Nabi pun bersabda, Lepaskanlah, karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu. Jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya. (HR. Ahmad). Nabi memerintahkan untuk melepas tamimah tersebut dan mengancam dengan ancaman yang sangat keras jika tidak dilepas hingga mati, menunjukkan tamimah dosa yang sangat besar. Dan ancaman tidak akan beruntung selama-lamanya hanya tertuju pada kesyirikan.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa ia melihat seorang lakilaki di tangannya ada benang untuk mengobati sakit panas, maka dia putuskan benang itu seraya membaca firman Allah taala,

Dan sebagian besar dari mereka itu beriman kepada Allah, hanya saja mereka pun berbuat syirik (kepada Nya). (QS. Yusuf: 106)

Hudzaifah memahami bahwa tamimah merupakan kesyirikan oleh karena itu beliau membawakan firman Allah di atas untuk mendalili kesyirikan tersebut. Nabishallallahu alaihi wa sallam bersabda yang artinya, Barang siapa menggantungkan sesuatu barang (dengan anggapan bahwa barang itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya), niscaya Allah menjadikan dia selalu bergantung kepada barang tersebut. (HR. Imam Ahmad dan At Tirmidzi). Hadits ini menunjukkan bahwa pengguna tamimah akan terlantar dan tidak mendapatkan pertolongan Allah, ini bukti bahwa tamimah sangat tercela.

Nabi bersabda kepada Ruwaifi yang artinya, Hai Ruwaifi, semoga engkau berumur panjang. Untuk itu sampaikanlah kepada orang-orang bahwa siapa saja yang mengikat jenggotnya atau memakai kalung dari tali busur panah atau beristinja dengan kotoran binatang ataupun dengan tulang, maka sesungguhnya Muhammad berlepas diri dari semua itu. (HR. Ahmad). Berlepas dirinya Rosululloh dari pengguna tamimah bukti bahwa hal itu merupakan dosa besar.

Jenis dan Hukum Tamimah

Tamimah ditinjau dari wujudnya ada dua macam: (1) Tamimah berupa Al Quran (2) Tamimah bukan dari Al Quran. Jika tamimah itu berupa Al Quran (misalnya digantungkan dalam mobil untuk menolak bala) maka pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah terlarang, meskipun hukumnya tidak syirik karena menggunakan Al Quran di sini berarti bersandar kepada kalamulloh bukan kepada makhluk. Hal tersebut terlarang karena keumuman dalil larangan tamimah. Jika tamimah dengan ayat diperbolehkan niscaya Rosululloh akan menjelaskannya seperti halnya ruqyah. Di samping itu pemakaian tamimah dengan Al Quran dapat menyebabkan terlecehkannya Al Quran seperti ketika dibawa ke kamar kecil.

Jika tamimah itu berupa non Al Quran maka hukumnya haram dan termasuk kesyirikan. Jika seseorang meyakini bahwa jimat itu hanya sebagai sebab semata dan tidak memiliki kekuatan sendiri maka ia terjatuh dalam syirik kecil. Adapun bila ia meyakini bahwa jimat tersebut dapat berpengaruh tanpa kehendak Allah maka ia terjatuh dalam syirik akbar, karena hatinya telah bersandar kepada selain Allah.

Hukum-Hukum Sebab

Dalam mengambil sebab maka harus diperhatikan tiga hal:

Pertama, sebab yang diambil harus yang terbukti secara syari atau qodari. Secara syari maksudnya sebab tersebut telah ditunjukkan oleh Al Quran atau As Sunnah dapat mengantarkan kepada maksud atau tujuan. Misalnya amal sholeh adalah sebab masuk surga. Adapun secara qodari maksudnya pengalaman atau penelitian menunjukkan bahwa sesuatu tersebut memang merupakan sebab yang mengantarkan kepada maksud. Contoh makan adalah sebab untuk kenyang, belajar adalah sebab untuk lulus ujian. Sebab qodari ini ada yang halal dan ada yang haram, contoh yang halal yaitu belajar agar menjadi pintar dan contoh yang haram yaitu korupsi agar cepat kaya.

Kedua, hati tetap bersandar kepada Allah dan tidak bersandar kepada sebab. Maksudnya ketika mengambil sebab hatinya senantiasa bertawakal memohon pertolongan kepada Allah demi berpengaruhnya sebab tersebut. Hatinya tidak condong kepada sebab tersebut sehingga merasa tenang kepada sebab. Jika seseorang telah memperhitungkan segala sesuatunya kemudian ia merasa pasti akan berhasil maka padanya ada indikasi telah bersandar kepada sebab. Begitu pula seseorang yang kecewa berat atas sebuah kegagalan padahal dia merasa sudah mengambil sebab sebaik-baiknya juga terdapat indikasi bahwa ia telah bersandar kepada sebab.

Ketiga, tetap memiliki keyakinan betapapun keampuhan sebuah sebab berpengaruh dan tidaknya hanya Allah yang menaqdirkannya. Artinya jika Allah menghendaki sebab itu berpengaruh maka sebab tersebut akan berpengaruh. Tetapi jika Allah menghendaki untuk tidak berpengaruh maka tidak akan menghasilkan apaapa walaupun sebab tersebut sangat kuat. Contohnya yaitu api yang besar yang adatnya dapat membakar. Namun tatkala Allah menghendaki lain justru api itu menjadi dingin seperti kisah Nabi Ibrahim. Demikianlah sekelumit hal-hal yang berkaitan jimat. Semoga dapat menjadikan diri kita semakin dekat dengan Allah dengan menegakkan tauhid pada diri kita sendiri dan menjauhkan diri dair kesyirikan, besar dan kecilnya.

Wallahu Alam Bish shawab.

Rabu, 03 November 2010

... " Laksana Setetes Air Di Tengah Samudera " ...


Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kelezatan mengikuti rasa cinta. Ia akan menguat mengikuti menguatnya cinta dan melemah pula seiring dengan melemahnya cinta. Setiap kali keinginan terhadap al-mahbub (sosok yang dicintai) serta kerinduan kepadanya menguat maka semakin sempurna pula kelezatan yang akan dirasakan tatkala sampai kepada tujuannya tersebut. Sementara rasa cinta dan kerinduan itu sangat tergantung kepada ma’rifah/pengenalan dan ilmu tentang sosok yang dicintai. Setiap kali ilmu yang dimiliki tentangnya bertambah sempurna maka niscaya kecintaan kepadanya pun semakin sempurna.

Apabila kenikmatan yang sempurna di akherat serta kelezatan yang sempurna berporos kepada ilmu dan kecintaan, maka itu artinya barangsiapa yang lebih dalam pengenalannya dalam beriman kepada Allah, nama-nama, sifat-sifat-Nya serta -betul-betul meyakini- agama-Nya niscaya kelezatan yang akan dia rasakan tatkala berjumpa, bercengkerama, memandang wajah-Nya dan mendengar ucapan-ucapan-Nya juga semakin sempurna. Adapun segala kelezatan, kenikmatan, kegembiraan, dan kesenangan -duniawi yang dirasakan oleh manusia- apabila dibandingkan dengan itu semua laksana setetes air di tengah-tengah samudera.

Oleh sebab itu, bagaimana mungkin orang yang berakal lebih mengutamakan kelezatan yang amat sedikit dan sebentar bahkan tercampur dengan berbagai rasa sakit di atas kelezatan yang maha agung, terus-menerus dan abadi. Kesempurnaan seorang hamba sangat tergantung pada dua buah kekuatan ini; kekuatan ilmu dan rasa cinta. Ilmu yang paling utama adalah ilmu tentang Allah, sedangkan kecintaan yang paling tinggi adalah kecintaan kepada-Nya. Sementara itu kelezatan yang paling sempurna akan bisa digapai berbanding lurus dengan dua hal ini [ilmu dan cinta], Allahul musta’aan.” (al-Fawa’id, hal. 52)

Dari ucapan beliau ini, kita dapat mengetahui betapa besar peran ilmu tentang Allah dalam membentuk jati diri seorang muslim. Karena seorang muslim yang ideal adalah yang senantiasa mendahulukan kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya di atas segalanya. Sosok muslim seperti itulah yang dikabarkan akan bisa mengecap manisnya iman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga perkara, barangsiapa memilikinya maka dia akan merasakan manisnya iman…” Di antaranya, “Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya daripada segala sesuatu selain keduanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Para ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud lezatnya iman ini antara lain adalah berupa kenikmatan yang dirasakan ketika menjalani ketaatan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menggambarkan bahwa sosok manusia yang mampu mencapat derajat manisnya iman ini adalah orang yang di dalam hatinya tidak menyimpan perasaan tidak suka dan benci kepada agama yang suci ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan bisa merasakan lezatnya iman orang-orang yang ridha kepada Rabbnya, ridha Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim).

Ketiga hal inilah -sebagaimana diungkapkan oleh Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullah- merupakan pokok-pokok ajaran agama. Ini artinya, bangunan agama yang ada pada diri seseorang akan menjadi kuat atau lemah tergantung kepada ilmu tentang ketiganya; mengenal Allah, mengenal agama Islam dan mengenal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka wajarlah, apabila Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah kemudian menulis sebuah risalah kecil ‘Tsalatsatul Ushul’ untuk mengenalkan pokok-pokok yang agung ini kepada segenap kaum muslimin.

Hal ini menunjukkan kepada kita bagaimana para ulama salaf sedemikian mengenal karakter jiwa dan perangai manusia. Mereka itu -sebagaimana digambarkan oleh Imam Ahmad di dalam mukadimah kitabnya ar-Radd ‘alal Jahmiyah dan dinukil oleh Syaikh Shalih al-Fauzan dalam Kitab Tauhidnya- merupakan sosok ‘pahlawan’ yang telah menghidupkan hati-hati manusia yang telah binasa dan terjajah oleh Iblis melalui ayat-ayat Kitabullah yang mereka baca dan mereka terangkan isinya kepada umat manusia. Sehingga hati manusia yang sebelumnya gersang, tandus dan kering kerontang pun tersirami dengan tetes demi tetes bimbingan wahyu ilahi sehingga memunculkan tanda-tanda kehidupan kembali

Selasa, 02 November 2010

... Doa dengan Lafazh “Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau menghendaki” ...


Saudaraku –yang semoga dirahmati Allah-, berdo’a merupakan suatu amal ibadah yang agung. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Do’a adalah ibadah.”(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah). Ketika kita berdo’a tentu kita berharap agar do’a kita dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Tidak ada diantara kita yang berdo’a tetapi dia ingin do’anya tidak terkabul. Akan tetapi tidak semua do’a yang dipanjatkan oleh seorang hamba lantas dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Bahkan terkadang ada orang yang berdo’a dengan do’a yang dilarang oleh syariat. Ya, ia ingin beribadah, tetapi malah terjatuh kedalam perkara yang haram.

Marilah kita perhatikan hadits berikut ini,

Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Janganlah salah seorang diantara kamu berdoa, ‘Ya Allah ampunilah aku jika Engkau menghendaki’ atau berdoa, ‘Ya Allah, limpahkanlah rahmatMu kepadaku jika Engkau menghendaki’, tetapi hendaklah ia berkeinginan kuat dalam permohonan itu, karena sesungguhnya Allah tiada sesuatupun yang memaksa-Nya untuk berbuat sesuatu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah Subhanahu wa Ta’ala tentu tidak bisa disamakan dengan makhluk. Seseorang akan mengabulkan permintaan orang lain karena sebab-sebab tertentu. Boleh jadi karena ia memiliki kepentingan dengan si peminta, atau karena ia takut kepadanya atau karena punya harapan dengannya, lalu orang itu memberi apa yang diminta dengan terpaksa. Lain halnya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia Maha Suci, tidak mungkin bagi-Nya hal seperti itu karena kesempurnaan sifat tidak butuh-Nya terhadap makhluk, kesempurnaan kedermawanan dan kemuliaan-Nya, pemberian-Nya tiada habis-habisnya, Dia sama sekali tidak butuh kepada makhluk, bahkan makhluk-lah yang butuh kepada-Nya dengan kebutuhan yang tidak putus sekejap matapun.

Diriwayatkan dalam sebuah hadits “Tangan kanan Allah penuh, tidak akan membuatnya berkurang sebuah nafkahpun, terbuka siang dan malam. Tahukah kalian apa yang telah diinfakkan semenjak penciptaan langit dan bumi? Itu semua tidak mengurangi apa yang ada di tangannya. Dan pada tangan yang lain ada neraca keadilan, Allah merendahkannya dan mengangkatnya.” (HR. Bukhari -diberbagai tempat dalam Al Jami’-, dan Muslim dari Abu Hurairah).

Allah Ta’ala memberi karena hikmah dan menahan karena hikmah, dan Dia adalah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Maka seharusnya bagi orang yang meminta kepada Allah, hendaklah ia berkeinginan kuat dalam permohonannya karena sesungguhnya Allah tidak memberikan sesuatu kepada hamba-Nya dalam keadaan terpaksa ataupun menganggap besar permintaan itu.

Allah memiliki sifat kedermawanan, kedermawanan yang terus menerus dan tiada pernah henti. Bahkan Allah memberi karunia kepada hamba-Nya sebelum hamba tersebut meminta. Marilah kita perhatikan penciptaan manusia, sejak air mani diletakkan di dalam rahim, nikmat-nikmat-Nya didalam perut ibunya terus mengalir, Dia mengurusnya dengan sebaik-baiknya. Jika ibunya telah melahirkannya, Dia menjadikan orang tuanya merasa menyayangi dan mengurusnya dengan nikmat-nikmat-Nya sehingga anak itu tumbuh menjadi besar dan dewasa.

Ia selalu berada dalam nikmat-nikmat Allah sepanjang hidupnya. Jika hidupnya selalu dalam keimanan dan ketakwaan, maka bertambahlah nikmat-nikmat Allah kepadanya. Apabila ia meninggal, maka ia memperoleh kenikmatan yang berlipat ganda daripada kenikmatan yang ia peroleh ketika di dunia. Ia memperoleh kenikmatan yang hanya Allah yang bisa menghitungnya, nikmat yang Allah persiapkan khusus bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa.

Semua kenikmatan yang diperoleh seorang hamba didunia ini pada hakekatnya adalah karunia dari Allah Ta’ala. Meskipun sebagian kenikmatan tersebut ia peroleh melalui perantaaran orang lain, tapi ketahuilah bahwa nikmat tersebut tidak akan pernah sampai kepadanya kecuali dengan izin, kehendak dan kebaikan dari Allah Ta’ala. Dengan demikian, Allah-lah yang berhak dipuji atas segala nikmat tersebut. Dialah yang menghendakinya dan menentukannya serta mengalirkannya dengan kebaikan, kedermawanan dan karunia-Nya. Hanya milik-Nya segala nikmat, karunia dan sanjungan yang baik.Allah Ta’ala berfirman,

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah datangnya, dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nyalah kamu minta pertolongan.”(Qs. An-Nahl (16) : 53)

Terkadang Allah Ta’ala menahan pemberian kepada hamba-Nya jika ia memohon kepada-Nya, karena adanya suatu hikmah dan pengetahuan-Nya tentang yang terbaik bagi hamba-Nya, dan terkadang dia mengakhirkan apa yang diminta hamba-Nya untuk waktu yang telah ditentukan atau untuk memberinya dengan pemberian yang lebih banyak. Maha Suci Allah Tuhan Semesta Alam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan suatu doa yang didalamnya tidak mengandung dosa dan pemutusan silautarahmi, melainkan Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga kemungkinan ; (yaitu) dikabulkan segera doanya itu, atau dia akan menyimpan baginya di akhiat kelak,atau dia akan menghindarkan darinya keburukan yang semisalnya.” Maka para sahabat pun berkata,” Kalau begitu kita memperbanyaknya.” Beliau bersabda, “Allah lebih banyak lagi ( memberikan pahala).” (HR. Ahmad III/8, al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad,dan lainnya. Lihat Doa dan Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut al-Qur-an dan as-Sunnah hal 37-38, karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas)

Hendaknya kita membesarkan harapan kita kepada Allah ketika berdo’a, karena sesungguhnya Allah memberi permintaan yang besar karena kedermawanan, karunia dan kebaikan. Allah Ta’ala tidak merasa diberatkan dengan apa yang Dia berikan, maksudnya tidak ada sesuatu yang berat bagi-Nya walaupun terasa berat bagi makhluk. Karena orang yang meminta kepada makhluk, ia tidak memintanya kecuali sesuatu yang mudah baginya untuk dikabulkan. Lain halnya dengan Rabb Semesta Alam, sesungguhnya pemberian-Nya terwujud sesuai dengan Firman-Nya. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya,”Jadilah!” maka jadilah ia.” (Qs. Yaasiin: 82).

Maha Suci Allah yang makhluknya tidak dapat mengagungkan-Nya dengan sebenar-benar pengagungan, tidak ada Tuhan yang Haq selain-Nya dan tidak ada Rabb selain-Nya.